PURWAKARTA | Sembilan anak di Kecamatan Campaka, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat yang menjadi korban pencabulan yang dilakukan pria berinisial AD (32) kini sudah mendapat perlindungan dan trauma healing.
Dinas Sosial Perlindungan Perempuan dan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Purwakarta, bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Purwakarta mendatangi serta memberikan trauma healing terhadap anak korban pencabulan tersebut.
Trauma healing itu akan diberikan secara rutin selama tiga bulan ke depan guna menyembuhkan gangguan psikologis terhadap sejumlah anak korban pencabulan.
Konselor Psikologis Dinsos P3A Kabupaten Purwakarta, Fiskalia Kartika mengatakan, bahwa saat ini pihaknya tengah melakukan trauma healing terhadap anak yang menjadi korban pencabulan diwilayah Campaka sejak tahun 2019 lalu. Adapun tahapan yang dilakukan dalam trauma healing, yakni melakukan konseling serta terapi psikologi.
“Kami ada assessment dulu, karena tidak hanya terhadap korban tapi juga terhadap orangtua untuk dilakukan pola asuh dan pendidikan dirumahnya,” kata Fiskalia, pada Selasa, 9 Juli 2024.
Ia menyebut, terapis psikologi tersebut harus dilakukan terhadap korban karena bertujuan untuk menyembuhkan trauma mendalam yang dialami para korban. “Kita harus membantu mereka untuk mengeluarkan emosi negatif dari apa yang mereka alami,” sebutnya.
Ia juga menjelaskan, pengeluaran emosi negatif harus dilakukan secara perlahan agar emosi korban tetap stabil. Sehingga, tidak meninggalkan trauma yang mendalam dan mengakibatkan korban dapat melakukan hal serupa terhadap dirinya maupun orang lain.
“Korban kondisinya ada yang trauma ringan hingga trauma berat,” jelasnya.
Menurutnya, trauma healing akan di agendakan secara rutin selama beberapa bulan ke depan. Hal tersebut perlu dilakukan agar benar-benar menghilangkan trauma yang dialami oleh korban.
“Kami agendakan setiap satu atau dua Minggu sekali, hingga korban benar-benar sembuh dari traumanya. Ini akan berjalan kurang lebih selama tiga bulan ke depan,” paparnya.
Perihal adanya perilaku menular terhadap pencabulan, hal tersebut dapat memungkinkan terjadi apabila trauma korban tidak di sembuhkan.
Sebab, lanjut Fiskalia, korban yang masih memiliki trauma besar kemungkinan dapat melakukan hal serupa di kemudian hari. “Agar tidak menular dan menyebar, kita harus putus mata rantainya dengan pemulihan kondisi psikologinya serta pondasi agama yang diberikan pada korban,” tandasnya.
Sementara itu, Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak Dinsos P3A Purwakarta, Heni Hendrayani mengatakan, meski pihaknya terus melakukan sosialisasi perihal perlindungan anak, peristiwa seperti halnya yang terjadi diwilayah Campaka tidak akan diketahui bilamana korban tidak melapor.
Oleh sebab itu, pihaknya meminta kepada masyarakat agar melaporkan kepada pihaknya jika terjadi hal serupa. “Pengawasan tergantung laporan. Kita terus berjalan sosialisasi, tapi jika tidak ada laporan kita tidak akan tahu,” kata Heni.
Ia menyebut, untuk menekan berbagai perilaku yang melecehkan perempuan dan anak saat ini, pihaknya terus gencar melakukan berbagai sosialisasi dan pembinaan terutama terhadap sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Purwakarta.
“Kami banyak melakukan sosialisasi terutama ke sekolah-sekolah guna menekan kejadian. Sejauh ini peristiwa serupa belum ada,” ungkapnya.
(Raffa Christ Manalu)