Penulis: R. Ahdiyat
Di antara gegap gempita industri musik dangdut yang terus berlari mengejar zaman, suara Hamdan ATT adalah jeda yang menenangkan. Ia tak pernah mengejar sorotan lampu panggung, tapi cahayanya justru menyinari ruang-ruang paling sunyi dari perasaan manusia: kecewa, rindu, kehilangan, cinta yang sederhana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
HITVBERITA.COM | Jakarta – Maestro dangdut Hamdan Attamimi, atau yang lebih dikenal sebagai Hamdan ATT, meninggal dunia pada usia 76 tahun, Selasa (1/7/2025), pukul 12.00 WIB.
Ia mengembuskan napas terakhir di rumahnya di Jakarta setelah bertahun-tahun berjuang melawan komplikasi penyakit akibat stroke dan serangan jantung.
Putranya, Haikal Attamami, menyampaikan kabar duka itu dengan tenang, nyaris seperti lagu-lagu ayahnya. “Beliau wafat dengan tenang di rumah. Kami masih membahas rencana pemakaman,” ujar Haikal.
HAMDAN dilahirkan di Kepulauan Aru, Maluku, pada 27 Januari 1949. Dari kampung kecil di timur Indonesia itu, suara emasnya merambat perlahan ke pusat industri musik nasional. Masa remajanya dipengaruhi grup musik instrumental Inggris, The Shadows —pengaruh yang kelak membentuk gaya musikalnya yang tenang, bersih, dan berjiwa.
Ia mulai dikenal publik saat bergabung dengan grup “Nada Buana” pada akhir 1960-an, tampil rutin di TVRI, lalu merampungkan pendidikan tinggi pada 1975. Setahun setelahnya, ia memilih jalan penuh risiko: total menjadi penyanyi dangdut. Sebuah keputusan yang membuahkan sejarah.
Tahun 1980, lagu “Termiskin di Dunia” meledak. Lagu ini bukan hanya hit, tapi semacam cap identitas musikal Hamdan. Ia penyanyi dangdut yang tidak sekadar bernyanyi, melainkan membawa emosi dengan jujur, dalam, dan tanpa berlebihan.
“Patah Kemudi”, “Dingin”, “Bekas Pacar”, hingga “Mabuk Judi” adalah lagu-lagu yang menjadikan Hamdan ATT sebagai ikon dangdut klasik.
Liriknya tak muluk. Musiknya sederhana. Tapi kekuatannya justru pada ketulusan dan kedalaman rasa.
Dalam satu panggung, ia tidak menari atau berdandan glamor. Hamdan lebih sering berdiri diam, matanya tertutup, tangan menggenggam mikrofon erat—seakan sedang berdoa, bukan bernyanyi.
Baginya, lagu adalah perpanjangan dari jiwa. “Ia bukan hanya penyanyi. Ia penyampai perasaan. Suaranya menenangkan, seperti air sungai di pagi hari,” ujar musisi senior Yon Koeswoyo dalam sebuah wawancara pada 2018.
Pada 2021, dunia musik memberi penghargaan yang layak kepada Hamdan ATT. Ia menerima “Lifetime Achievement Award” dari Indonesian Dangdut Awards.
Penghargaan itu diterima dalam kondisi fisik yang sudah sangat lemah. Ia duduk di kursi roda, tapi senyumnya tetap hangat.
Sejak 2017, Hamdan mengalami stroke berat. Ia sempat dirawat di ICU RS Polri Kramat Jati. Kesehatannya naik-turun. Kadang bisa berbicara, kadang tidak. Tapi ia tetap berjuang—berobat, terapi, dan sesekali menyanyi di ruang tamu rumahnya. Seperti seorang tentara yang tak mau meletakkan senjata, bahkan saat perang telah usai.
“Sempat pulih dan bisa bicara sedikit. Tapi tahun 2021 mulai menurun lagi. Beliau tetap semangat berobat,” tutur Haikal.
HITVBERITA.COM menghimpun kenangan dan penghormatan dari beberapa tokoh dunia musik dangdut:

> “Hamdan ATT adalah bagian dari sejarah penting musik dangdut Indonesia. Gaya vokalnya khas, lirih, tapi kuat dalam pesan. Ia mengangkat martabat dangdut dengan ketenangan,” tegas Rhuoma.
Elvy Sukaesih, Ratu Dangdut Indonesia:

> “Kami sering satu panggung. Beliau tidak pernah mencari pujian, tapi penonton selalu jatuh cinta. Lagu-lagunya masih saya dengar sampai hari ini,” ungkap Elvy Sukaesih.
H. Mansyur S, Rekan Sesama Penyanyi Era 1980-an:

“Hamdan itu pelan tapi menusuk. Banyak anak muda sekarang tidak tahu siapa dia, tapi mereka masih menyanyikan lagunya. Itulah keabadian.”
KENANGAN dan penghormatan dari beberapa tokoh pers juga berhasil dihimpun oleh Hitvberita.com
Taufiq Rahman, Wartawan Senior – Pendiri Beberapa Organisasi Pers Skala Nasional
Kematian, dalam tradisi Timur, bukan akhir. Ia adalah kepulangan. Dan bagi Hamdan ATT, kepulangan ini adalah pulang ke tempat di mana semua suara berhenti—namun gema yang pernah dikumandangkannya tetap hidup.

“Warisan Hamdan bukan hanya rekaman atau trofi. Warisannya adalah rasa. Ia mengajarkan kita bahwa musik bukan hanya soal suara, tapi juga tentang ketulusan menyampaikan luka dan harapan” ujar Taufiq Rahman.
AYS Prayogie, Ketua Umum Organisasi Media Independen Online (MIO) Indonesia
Prayogie menyampaikan bahwa banyak yang datang dan pergi dalam industri musik. Tapi hanya sedikit yang menetap di hati. Hamdan ATT adalah satu dari yang sedikit itu. Ia tidak menciptakan tren. Ia membangun kenangan.

“Kini, lagu-lagunya akan tetap diputar, di rumah-rumah kecil, di warung kopi, di stasiun radio, dan dalam hati mereka yang merasa pernah dimengerti oleh bait-bait sederhana seorang pria dari Aru tersebut,” imbuh Prayogie.
“Selamat jalan, Bang Hamdan ATT. Terima kasih atas suara yang pernah menenangkan negeri ini,” ungkap Prayogie dengan nada lirih. (**)