HiTvBerita.com | Jakarta – Kapuspenkum Kejagung Harlli Siregar mengatakan bahwa tidak ada sama sekali Politisasi Hukum dalam penangan Kasus Impor Gula, yang menjerat Mantan Menteri Perdagangan Periode 2015-2016 Tom Lembong.
Hal ini disampaikannya kepada para Wartawan di Kantor Kejagung kemarin tanggal 30 Oktober 2024.
“Untuk diketahui, dalam penangan perkara terkait Importasi Gula tahun 2015-2016, sekali lagi saya katakan bahwa disini tidak ada Politisasi Hukum, melainkan murni penegakkan hukum,” ujarnya.
Dia juga mengatakan, sudah ditemukan dari setidaknya dua alat bukti, maka kasus tersebut dianggap sudah clear.
“Sdr TTL dijadikan tersangka, setelah sebelumnya telah diperiksa sebanyak 3 kali sebagai Saksi sejak Oktober 2013 lalu, dan kini Kejagung telah menemukan bukti permulaan yang cukup, dan kemudian menaikan statusnya dari saksi menjadi tersangka,” ucapnya.
Dijelaskannya, bahwa kasus Import Gula ini, telah mulai diselediki sejak setahun yang lalu.
“Setiap penanganan perkara, ada karakteristik yang berbeda, dan itu tidak bisa disamakan antara satu perkara dengan perkara yang lain, dan dalam Kasus Import Gula ini, Penyidik dalam hal ini Kejagung, telah bekerja selama kurun waktu setahun tersebut, kita terus mendalami kasus ini, dan semua bukti yang diperoleh penyidik, juga dianalisis dan diintegrasikan, hingga menemukan bukti permulaan yang cukup,” ujarnya.
Dalam kasus Impor Gula tahun 2015-2016 ini, baru menjerat dua tersangka yakni Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan 2015-2016, dan Charles Sitorus, selaku Mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).
Sebagai informasi, saat tahun 2016 tersebut, Indonesia mengalami kekurangan Stok GKP atau Gula yang dapat dikonsumsi langsung, seharusnya GKP ini, bisa dilakukan Import oleh BUMN, bukan Kementerian Perdagangan, namun saat itu Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan malah memberikan izin kepada sembilan Perusahaan-Perusahaan Swasta untuk mengimport GKM (Gula Kristal Mentah), yang kemudian di olah menjadi GKP.
“Seharusnya untuk pemenuhan stok dan stabilitas harga, yang di Import itu adalah GKP atau Gula yang siap pakai secara langsung, dan bukan Gula yang masih mentah, dan masih perlu diolah, akibatnya perusahaan tersebut menjual Gula yang telah di proses/diolah itu dengan harga tiga ribu rupiah lebih tinggi dari Harga eceran, dan diduga PT PPI mendapatkan Fee sebesar Rp 105/Kg, dari penjualan Gula tersebut, dan akibat perbuatan itu, maka kerugian negara yang ditimbulkan senilai kurang lebih 400 Milyar rupiah,” ujar Harlli. (tr)