Oleh: AYS Prayogie
SUASANA di sebuah rumah duka di bilangan Bintaro, Jakarta Selatan sore tadi begitu hening. Seolah ikut berkabung atas kepergian seorang tokoh yang selama ini menjadi suara nurani dalam dunia jurnalistik dan hukum pers di tanah air. Wina Armada Sukardi, wartawan senior, advokat, penulis, sekaligus kritikus film itu, tutup usia pada Kamis, 3 Juli 2025, pukul 15.59 WIB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Pers Indonesia kehilangan salah satu sosok terbaiknya,” ujar Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Zulmansyah Sekedang, saat dihubungi dari Pekanbaru, tak lama setelah kabar duka itu ia terima.
Wina Armada bukan sekadar wartawan. Ia adalah penjaga nilai, pendamping hukum, dan penyambung nalar publik.
Selama hidupnya, Wina berdiri pada garis depan dalam membela kemerdekaan pers—bukan dengan teriakan, melainkan lewat argumentasi tajam dan elegan yang menjadi ciri khasnya.
NAMA Wina Armada sudah lama dikenal di kalangan wartawan dan pegiat hukum. Di organisasi PWI Pusat, ia bahkan bukan sekadar pengurus, tapi juga penggerak.
Ia pernah menjadi anggota Dewan Pers dan dikenal luas sebagai Ketua Pelaksana Festival Film Wartawan Indonesia (FFWI).
Namun lebih dari itu, ia adalah pribadi yang menjadikan integritas sebagai mata air pengabdiannya.
Salah satu karya terakhirnya adalah sebuah buku tafsir terhadap KUHP baru (UU No.1 Tahun 2023) — sebuah naskah setebal lebih dari 600 halaman yang ditulisnya di tengah kesibukan pribadi dan profesional, bahkan saat dia mendampingi kelahiran cucu ketiganya.
“Bang Wina adalah wartawan senior yang memiliki dedikasi tinggi terhadap profesi, ahli dalam hukum pers, dan selalu menjaga marwah organisasi,” ujar Zulmansyah mengenang.

Bagi Zulmansyah, Wina bukan hanya rekan kerja, tetapi juga sahabat seperjuangan. Sosok yang tetap santun dalam kritik, namun tak pernah mundur ketika prinsip kebebasan pers berada di ujung tanduk.
DIKENAL sebagai pemikir kritis, Wina Armada bukan tipikal pengkritik yang hanya menyoal. Ia selalu hadir dengan solusi.
Dalam salah satu tulisannya yang berjudul “Dibuang di UU Pers, Dipungut di KUHP”, ia menolak pasal-pasal karet yang berpotensi membungkam kerja jurnalistik.
Ia memahami bahwa kebebasan bukanlah kata tanpa tanggung jawab. Justru karena itulah, ia begitu teguh dalam membimbing wartawan muda untuk menulis dengan cermat, berpikir kritis, dan tetap berpegang pada etika.
Tak sedikit wartawan yang merasa beruntung pernah duduk bersamanya dalam pelatihan-pelatihan jurnalistik. Ia tak hanya membagikan ilmu, tapi juga semangat: bahwa menjadi wartawan bukan sekadar pekerjaan, melainkan jalan hidup.
DI DUNIA perfilman, nama Wina juga tercatat sebagai kritikus berpengaruh. Ia pernah menyabet Piala Mitra sebagai penulis kritik film terbaik, serta menerima penghargaan Lifetime Achievement Award dari FFWI Ke-12 pada tahun 2022. Dunia seni, seperti halnya jurnalistik, ia dekati dengan sensitivitas nurani.
WINA Armada Sukardi telah berpulang, namun jejak pemikirannya akan terus menjadi bagian dari sejarah panjang pers Indonesia. Ia tidak hanya meninggalkan warisan tulisan, tetapi juga nilai: tentang kejujuran, keberanian, dan kehormatan profesi.
Informasi mengenai rumah duka dan prosesi pemakaman akan disampaikan lebih lanjut oleh pihak keluarga.
Selamat jalan, Bang Wina. Langkahmu boleh terhenti, tetapi suara jernih mu akan terus menggema dalam benak para wartawan yang percaya bahwa kebenaran layak diperjuangkan—dengan pena, dengan prinsip, dan dengan hati. (*/*)
Cijantung, Rabu 3 Juli 2025
Penulis adalah Ketua Umum MIO INDONESIA; CEO Portal Berita HI-NETWORK; Pemimpin Redaksi Hitvberita.com
Penulis : AYS Prayogie
Editor : AYS Prayogie
Sumber Berita : Raffa Christ Manalu