Langkah tegas Bareskrim Polri dalam membongkar jaringan impor ilegal pakaian bekas (balpres) di Bali kembali menyoroti lemahnya penanganan kasus serupa di daerah. Di Batam, penanganan dua kontainer barang bekas yang diamankan Polresta Barelang sejak November 2025 justru dinilai berjalan tanpa kejelasan.

BATAM | HITV — Sebelumnya, Bareskrim Polri mengungkap praktik impor ilegal pakaian bekas yang melibatkan lebih dari enam truk kontainer di Bali.

Dan diketahui dari kasus itu ada dua orang importir berinisial ZT dan SB ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya diketahui telah menjalankan aktivitas impor balpres dari Korea Selatan secara ilegal sejak 2021 hingga 2025, dengan jaringan distribusi hingga Surabaya dan Bandung.

Penindakan tegas tersebut dinilai berbanding terbalik dengan penanganan dua kontainer barang bekas yang diamankan Polresta Barelang di kawasan Sagulung, Batam, pada Sabtu (9/11/2025). Hingga kini, kasus tersebut belum menunjukkan perkembangan berarti.

Ketua Umum Aliansi LSM Ormas Peduli Kepri, Ismail Ratusimbangan, menilai mandeknya penanganan kasus tersebut mencerminkan lemahnya penegakan hukum terhadap impor ilegal barang bekas di Batam.

“Kasus ini bukan sekadar pelanggaran kepabeanan. Ini sudah masuk kategori tindak pidana terorganisir. Sangat disayangkan jika penyelidikan berhenti di tempat,” kata Ismail, Kamis (18/12/2025).

Ismail menegaskan, kepolisian seharusnya tidak hanya berfokus pada aspek larangan impor berdasarkan undang-undang kepabeanan, tetapi juga menelusuri kemungkinan adanya tindak pidana lain, termasuk pemalsuan dokumen.

“Polisi harus memeriksa seluruh dokumen, termasuk manifest barang. Jika barang masuk melalui pelabuhan resmi tetapi isi kontainer tidak sesuai dengan manifest, itu sudah masuk unsur tindak pidana sesuai Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen otentik,” ujarnya.

Menurut Ismail, aparat penegak hukum di daerah terkesan kurang aktif dalam menggali konstruksi perkara secara menyeluruh. Padahal, kepolisian memiliki kewenangan sebagai penyidik utama dalam perkara pidana.

“Jangan sampai ada kesan tarik-menarik kepentingan. Bea Cukai memang penyidik pegawai negeri sipil, tetapi polisi adalah penyidik utama. Kalau dibiarkan, ini justru melemahkan kepercayaan publik,” kata Ismail.

Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan dan pengamanan dari Bea dan Cukai Batam. Ismail mempertanyakan bagaimana dua kontainer barang bekas yang disebut sebagai barang tegahan bisa lolos hingga diamankan di darat.

“Kalau barang itu memang dilarang, bagaimana bisa lolos dari pengawasan Bea Cukai? Ini perlu dijelaskan secara terbuka. Jangan-jangan ada pihak-pihak tertentu yang bermain,” tegasnya.

Aliansi LSM Ormas Peduli Kepri mendesak aparat penegak hukum bertindak tegas dan transparan agar kasus serupa tidak terus berulang. (Dok/Foto/Ruslan)

Ismail bahkan menyebut adanya isu keterkaitan antara kasus dua kontainer di Batam dengan jaringan impor balpres yang baru-baru ini diungkap Bareskrim Polri di Bali.

“Beredar informasi bahwa importir yang ditangkap di Bali memiliki kaitan dengan kasus dua kontainer di Batam. Jika itu benar, maka sudah seharusnya kasus ini ditarik ke Mabes Polri dan digabungkan agar penyelidikannya lebih komprehensif,” ujarnya.

Ia menilai langkah tersebut penting untuk membongkar jaringan secara utuh, termasuk mengungkap dugaan keterlibatan oknum-oknum tertentu yang diduga melindungi praktik impor ilegal barang bekas.

“Kalau negara serius memberantas impor balpres, maka Batam tidak boleh menjadi wilayah abu-abu penegakan hukum. Jangan sampai hukum tajam ke atas, tapi tumpul ke bawah,” kata Ismail.

Aliansi LSM Ormas Peduli Kepri mendesak aparat penegak hukum bertindak tegas dan transparan agar kasus serupa tidak terus berulang. Menurut Ismail, praktik impor ilegal barang bekas tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mematikan industri tekstil dalam negeri serta berpotensi  membahayakan kesehatan masyarakat. (/*/*/)

Editor: AYS
Sumber: HITV Kepri