Kiri ke Kanan: AYS Prayogie (Ketum MIO INDONESIA), Cheppy Endhi (Penulis), Dr. Raden Djoko Goenawan (Ilmuwan Bidang Hidro), Christy Lemon (TikTokers), Taufiq Rahman (Wartawan Senior). (Dok/Foto/HITV)
Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dinilai sebagai salah satu solusi strategis dalam mendukung target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen yang dicanangkan Presiden ke-8 RI, Prabowo Subianto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
HITVBERITA.COM | Jakarta – Penegasan tersebut disampaikan oleh Ilmuwan bidang atmosfer dan hidrologi, Raden Djoko Goenawan, M.Si., Ph.D., yang menilai bahwa pemanfaatan TMC dapat mengoptimalkan sektor-sektor kunci seperti pertanian, perkebunan, dan pertambangan.
“Efisiensi TMC kini jauh melampaui metode konvensional. Dengan inovasi teknologi lokal, pemanfaatannya tidak hanya murah, tetapi juga sangat aplikatif untuk kondisi iklim tropis Indonesia,” ujar Djoko Goenawan saat ditemui HITV usai acara reunian para kader IPJI di Tavia Haritage Hotel, Senin (19/5/2025).
Menurut dia, stabilitas pasokan air menjadi faktor penting dalam mendorong produktivitas sektor primer. Namun, fenomena kekeringan di musim kemarau dan banjir saat musim penghujan menunjukkan masih lemahnya manajemen sumber daya air nasional.
Djoko menyebutkan, sekitar 36 persen dari 7,4 juta hektare lahan sawah nasional merupakan sawah tadah hujan yang sangat bergantung pada kondisi cuaca. Ia menilai, program pompanisasi tidak cukup efektif karena menambah beban biaya bagi petani.
“Sebaliknya, TMC bisa menjadi solusi jangka panjang yang dibiayai negara atau lewat program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR),” katanya.
Djoko menjelaskan, pihaknya telah mengembangkan dan mematenkan dua inovasi: flare nanopartikel higroskopis (2024) dan sistem fogging berbasis drone (2023). Teknologi ini disebutnya mampu meningkatkan efisiensi penyemaian hujan secara signifikan.
“Dengan 1 kilogram flare, bisa dihasilkan awan setara 1 ton garam semai. Ini revolusioner dan bisa memperkuat sistem manajemen hujan nasional,” ujarnya.
Lebih lanjut, Djoko menyoroti potensi peningkatan produksi minyak sawit mentah (CPO) melalui penerapan TMC secara masif. Ia mencatat, dari 17 juta hektare perkebunan kelapa sawit di Indonesia, hanya sekitar 12 juta hektare yang produktif. Saat musim kemarau, produktivitas dapat turun hingga 50 persen, berimbas pada potensi kehilangan pendapatan negara hingga Rp120 triliun per tahun.
“Jika faktor ‘buah trek’ bisa ditekan lewat TMC, maka produksi CPO bisa meningkat dari 50 juta menjadi 60 juta ton per tahun, berkontribusi pada tambahan penerimaan negara sebesar Rp15,4 triliun dari PPN,” katanya.
Ia juga mendorong peran aktif Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam mendukung penerapan TMC secara regional dan tidak terpusat di Jakarta.
“Contohnya, banjir di kawasan industri Morowali sebenarnya bisa dicegah dengan TMC. Namun, keterbatasan SDM dan anggaran di BMKG masih menjadi kendala utama,” ujarnya.
Menurut Djoko, optimalisasi TMC dapat sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo yang mendorong penggunaan teknologi dalam negeri. Ia mencontohkan dukungan terhadap produk lokal seperti kendaraan Maung Garuda sebagai cerminan visi kemandirian nasional.
“Jika manajemen hujan bisa ditangani secara sistematis dan berkelanjutan, maka kita bukan hanya menjaga ketahanan pangan dan energi, tapi juga memperkuat fondasi pertumbuhan ekonomi jangka panjang,” ujar Raden Djoko Gunawan. (**)
Penulis : Bainana Bahthy
Editor : Tim Redaksi
Sumber Berita : Humas PP MIO INDONESIA